Wong Cilik

Tanggal 27 Maret 2009, masa pemerintahan SBY kembali di uji. Jebolnya tanggul Situ Gintung merupakan tugas berat menjelang pemilu 2009 ini. Hendaknya rakyat jangan berpikiran negatif dulu terhadap pemerintahan SBY. Memang tidak bisa di pungkiri bahwa semasa pemerintahan SBY banyak sekali bencana yang telah terjadi. Pada awal pemerintahannya telah di uji dengan tragedi tsunami Aceh dan lumpur Lapindo. Pada akhir pemerintahannya seperti sekarang ini diuji kembali dengan adanya bencana tanggul Situ Gintung. Sungguh cobaan yang sangat berat.

Situ Gintung merupakan salah satu objek wisata yang sangat menarik di tengah keramaian kota metropolitan. Sebelum tanggul jebol, wilayah Situ pernah di perebutkan oleh pemerintah DKI Jakarta dan pemerintah kota Tangerang. Tetapi kini setelah tanggul jebol, keduanya tidak mau bertanggung jawab dan seolah olah saling menyalahkan. Yang warga butuhkan bukan saling tuding kesalahan, tapi bantuan baik moril atau pun spirituil. Sangat tidak bijaksana jika saling melempar tanggung jawab di tengah kesengsaraan masyarakat. Akan lebih baik jika saling bahu membahu untuk menolong korban yang memang sangat membutuhkan bantuan.

Musibah seperti ini sebenarnya dapat dihindari. Jika pemerintah sangat sigap dan mau mengecek semua fasilitasnya baik yang berhubungan dengan darat, air ataupun udara, pastinya musibah seperti ini tidak akan terjadi. Waduk tersebut tidak lain adalah buatan manusia. Apalagi manusia jaman sekarang kan lebih berpendidikan, hendaknya dapat mempredikisi kapan tanggul buatan itu akan jebol. Jaman sekarang kan sudah canggih, peralatan modern tentunya bukan alat yang asing. Negara kita sebenarnya mempunyai alat pendeteksi semacam itu, kenapa tidak digunakan? katanya sekarang bencana tsunami saja bisa di prediksi, datangnya hujan bisa diramal, kenapa tanggul hendak jebol tidak ada yang tahu. Seharusnya fenomena seperti tanggul seperti ini kan mudah saja di prediksi. Kalau tidak tahu, tanya saja sama anak teknik mereka pasti paham betul tentang struktur bangunan semacam ini. Fenomena jebolnya tanggul Situ Gintung tidak bukanlah bencana tetapi sebuah musibah yang terjadi akibat kelalaian menusia itu sendiri. Jika bencana, terjadinya karena kehendak alam yang tidak adanya campur tangan manusia sama sekali.

Menurut warga sekitar, sebelum kejadian telah ada tanda tandanya. Diantaranya munculnya sesosok wanita cantik di tengah waduk, penemuan ikan patin raksasa seberat 45 kg, munculnya sepasang burung gagak sebelum tragedi, dan masih banyak versi lainnya lagi. Tapi menurut wong cilik hal tersebut hanyalah kebetulan saja. Seharusnya jika ada tanda tandanya, bukan yang berbau mistik seperti itu, tapi lebih mengarah ke kejadian real dan nyata. misalnya telah terjadi keretakan di sekeliling dinding tanggul yang sangat meresahkan warga. Seharusnya para pembaca pemberitaan lebih bijaksana dalam menyingkapi hal ini. Fenomena Masjid yang berdiri kokoh di dekat tanggul yang jebol juga sempat membuat decak kagum wong cilik. Tapi setelah dilihat dari kacamata fisika, kemungkinan itu mungkin saja terjadi, karena susunan masjid yang sangat menguntungkan yaitu terdapat banyaknya rongga yang memudahkan air melewatinya. Seberapa besar kecepatan air yang melewatinya, maka masjid tidak akan goyah. Itulah kuncinya.


Sangat ironis sekali jika ditengah kesengsaraan rakyat ada yang tega mengambil keuntungan. Yang paling jelas adalah perans erta para caleg yang sengaja memanfaatkan momen ini untuk melakukan kampanye. Pernah ada pemberitaan bahwa ada caleg yang sengaja menunggu datangnya wartawan utnuk membagikan sembako. "Warawan sudah ada yang datang belum?kalau sudah, segera bagikan saja" ucap seorang caleg kepada salah satu tim suksesnya. Ada pula yang sengaja membangun sebuah posko yang lengkap dengan atribut partainya beserta nomor urut caleg no sekian... Rupa rupanya para caleg ini sengaja tebar pesona di tengah kesengsaraan rakyat. Tujuan utamanya tidak bukan adalah untuk mendapatkan simpati dari masyarakat untuk memilihnya. Tetapi biarlah rakyat yang memilih. Toh suara rakyat dalam pencontrengan 9 April 2009 nanti bukan untuk didengar tapi untuk dihitung.
Wong Cilik

Aku sempat terkaget pada waktu melihat berita di TV, ada bencana mirip tsunami tapi anehnya lokasi bukan di dekat laut atau pinggir laut seperti bencana tsunami pada umumnya. Bencana ini justru terjadi di pemukiman padat penduduk. Tepatnya di perbatasan Jakarta selatan dan kota Tangerang. Ternyata bencana yang terjadi bukanlah tsunami seperti yang terjadi di aceh beberapa tahun yang lalu. Melainkan bencana akibat tanggul atau DAM jebol dari waduk atau situ Gintung yang terletak di tangerang selatan.

Situ Gintung adalah danau buatan yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial hindia belanda pada tahun 1930-an. Pembangunan situ ini awalnya ditujukan untuk mempermudah saluran irigasi untuk mengairi beberapa lahan persawahan yang memang pada saat itu banyak sekali lahan persawahan yang sangat membutuhkan pengairan terutama pada saat musim kemarau. Pada penguasaan orde baru, kawasan situ gintung dijadikan lahan resapan air untuk menampung air hujan dari Jakarta maupun dari kota Tangerang sendiri. Maka dibuatlah semacam hutan kecil di sekitar areal Situ Gintung. Situ Gintung pernah dilakukan renovasi yaitu sekitar tahun 1980-an, sejak renovasi pertama tersebut tidak pernah dilakukan renovasi atau perbaikan selanjutnya. Mungkin masyarakat terlalu percaya bahwa setiap bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan hindia belanda, terkenal kuat dan dapat bertahan lama.

Mulai pada tahun 1990-an, kawasan Situ Gintung mulai di hampiri oleh para pengembang properti. Hal ini terjadi kemungkinan lahan di dalam kota yaitu di kota Jakarta maupun Tangerang sudah habis maka dijadikanlah areal pinggiran untuk lokasi pemukiman warga. Sampai pada akhir puncaknya yaitu sekitar tahun 2000-an, areal situ gintung yang pernah rimbun oleh jutaan aneka flora dan fauna, berubah menjadi pemukiman padat penduduk, sampai tidak tersisa lagi areal penghijauan yang ada. Padahal membangun kawasan pemukiman di areal Situ adalah keputusan yang sangat membahayakan. Pemerintah sudah melarang untuk mendirikan arel pemukiman radius 500m - 1km sekitar situ. Tujuan ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk melindungi bangunan situ agar tetap kokoh. Adanya tumbuhan dan pohon besar dimanfaatkan akarnya untuk dapat menahan tanggul dari luapan air dari situ pada saat musim hujan. Adanya hutan kecil di areal situ ini juga dapat digunakan sebagai lokasi wisata dan juga sebagai paru paru kota.

Kini hutan kota itu telah menjadi lautan padat penduduk, sehingga fungsi situ tidak seperti yang diharapkan. jika terjadi bencana alam, siapakah yang patut untuk disalahkan?
Wong Cilik

Pesta demokrasi akan tiba sebentar lagi yaitu tanggal 9 April 2009. Denngan jalannya sistem demokrasi di Indonesia, maka semakin banyak orang yang ingin unjuk gigi dengan membangun beberapa partai. Banyaknya partai yang menjamur, menyebabkn para pemilih semakin kebingungan untuk menggunakan hak pilihnya. Saya masih ingat sekali pada jaman orde baru, hanya ada 3 partai yang memperebutkan kursi di DPR/MPR. Memang tidak bisa dipungkiri jika berapa pun banyaknya kursi di lembaga tinggi negara tersebut, tetaplah sang penguasa orde baru yang menjadi pemenang.

Kini keadaan telah berbalik, siapapun mempunyai hak untuk mendirikan partai. Mulai dari tukang becak hingga purnawirawan TNI, semua mempunyai hak untuk mencalonkan diri untuk duduk di kursi DPR. Dapat dibayangkan jika masyarakat salah pilih dalam menggunakan hak pilihnya, orang orang yang kurang berpendidikan baik moral maupun spiritual dapat menduduki jabatan yang dipercaya untuk menampung aspirasi rakyat.

Apakah Golput akan menjadi pilihan?
Kemungkinan jumlah warga yang golput akan lebuh banyak dari jumlah pemilih, hal ini terjadi karena masyarakat tidak mengetahui siapa saja caleg yang layak untuk dipilih. Untuk memilih partai saja mereka (masyarakat) lebih berhati hati. Masyarakat sudah tidak mau lagi jika suara yang mereka berikan untuk di salah gunakan. Tidak bisa dipungkiri memang, pejabat yang duduk di lembaga tinggi negara semacam DPR telah ketahuan kedoknya. Banyak diantara mereka yang terlibat kasus skandal korupsi dan skandal "money politic".

Langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah membangun kembali tatanan DPR yang bersih dari skandal uang dan politik yang tidak sehat. Menjadikan bahwa DPR benar benar bekerja untuk rakyat, sesuai dengan pedoman republik yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Atau mungkin para petinggi negara telah lupa dengan slogan itu pada waktu mereka masih SD?atau slogan itu hanya pemanis sewaktu di bangku sekolah saja?

Kini pilihan kembali jatuh ke tangan anda semua. Kita tunggu hasilnya siapa yang akan menang. Semoga saja siapapun pemenangnya dapat mengayomi masyarakat seperti semestinya.

Hidup Indonesia......